Makasih yah dah mampir ke blog ini...!!

Senin, 24 Juni 2013

Personality


Kepribadian (Personality) Kepribadian Dalam kehidupan kita sering kali ada orang yang bersifat pendiam dan pasif, sedangkan yang lainnya ada yang bersifat ceria dan agresif. Pada saaat kita menggambarkan orang dari segi karateristiknya, pendiam, pasif , ceria atau suka bergaul maka kita sedang mengkategorikan mereka dari sifat-sifat kepribadian. Oleh karena itu kepribadian (Personality) individu seseorang merupakan kombinasi sifat-sifat psikologis yang digunakan untuk mengkalsifikasikanorang tersebut.
Indikator Tipe Myers-Briggs (MBTI) Salah satu kerangka kepribadian yang paling sering digunakan adalah Indikator Tipe Myers-Briggs (MBTI) . indikator ini pada dsarnya merupakan tes kepribadian dengan 100 pertanyaan yang menanyakan tentang bagaimana biasanya seseorang merasa atau bertindak dalam situasi-situasi tertentu. Berdasarkan jawaban masing-masing individu maka dikalsifikasikan dalam kelompok Ekstrovet dan Intgrovert ( E atau I ). Indrawi (Sensingzz) atau Intuitif (Intuitif) (S atau N), pemikir (thingking) atau perasa (feeling) (T atau F) dan pengertian (perceive) atau penilai (judging) (P atau J). Klasifikasi tersbut yang kemudian dikombinasikan kepada 16 sifat kepribadian. Sebagai contoh : INTJ merupakan para visionaris. Mereka pada umumnya mempunyai pemikiran yang orisinil dan berusahan keras untuk mewujudkan ide-ide dan tujuan mereka. Biasanya mereka memunyai ciri-ciri sebagi orang yang skeptis, kritis, mandiri , tekun, dan sering keras kepala. ESTJ adalah para organisator. Mereka adalah orang yang praktis, realistis, percaya paa fakta dengan bakat alam untuk menjadi pebisnis atau mekanis. Mereka suka mengorganisasikan dan menjalankan aktivitas-aktivitas. Type ENTP adalah seorang yang konseptual, biasanya orang tersebut bergerak cepat, terus terang, dan handal dalam menangai banyak hal.Orang tsb. Cenderung punya banyak ide dalam menghadapi masalah-masalah yang menantang , tetapi lalai dalam menangani tugas rutin. Organisasi-organisasi yang menggunakan MBTI adalah Apple Computer, AT&T, Citicorp, EXXON, GE , #M Co dsb. Tidak ada bukti yang nyata bahwa MBTI merupakan suatupengukuran kepribadian yang valid. Meskipun demikian hal ini tidak menghalangi organisasi-organisasi untuk menggunakannya.
Setiap individu pun memiliki kemampuan yang berbeda, kemampuan secara langsung mempengaruhi tingkat kinerja dan kepuasan karyawan melalui kesesuaian kemampuan – pekerjaan. Dari sisi pembentukan perilaku dan sifat manusia, perilaku individu akan berbeda di karenakan oleh kemampuan yang dimilikinya juga berbeda. Pembelajaran merupakan bukti dari perubahan perilaku individu. Pembelajaran terjadi setiap saat dan relatif permanen yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman.
Walaupun manusia dapat belajar dan dapat dipengaruhi oleh lingkungan mereka, terlalu sedikit perhatian yang diberikan dalam peran yang di mainkan pada evolusi pembentukan perilaku manusia. Para psikologi evolusioner memberitahu kita bahwa manusia pada dasarnya sudah terbentuk ketika dilahirkan. Kita lahir di dunia ini dengan sifat-sifat yang sudah mendarah daging, diasah, dan diadaptasikan terus selama jutaan tahun, yang membentuk dan membatasi perilaku kita. Psikologi evolusioner menentang pemahaman yang menyatakan bahwa manusia bebas untuk mengubah perilaku jika dilatih atau dimotivasi. Akibatnya, kita menemukan bahwa orang dalam tataran organisasi sering berperilaku dengan cara yang tampaknya tidak bermanfaat bagi diri mereka sendiri atau majikan mereka. Namun B.F. Skinner, dengan bangga menyatakan keyakinannya dalam membentuk perilaku individu dalam lingkungan, “Berikan saya seorang anak pada saat kelahirannya dan saya dapat berbuat seperti apa yang Anda inginkan”. Berdasarkan pada teori kepribadian yang dikemukakan oleh Sigmund Freud, memberikan 3 komponen dasar perilaku individu , diantaranya adalah : Konsepsi Id : adalah subsistem dari kepribadian yang merupakan sumber dan menampung semua kekuatan jiwa yang menyebabkan berfungsinya suatu sistem. Libido dan Agresi adalah elemen kepribadian dari unsur Id yang berkenaan dengan kata hati, hasrat dan keinginan untuk mengejar kesenangan & kepuasan. Konsepsi Ego : mewakili logika yang dihubungkan dengan prinsip-rinsip realitas dan merupakan subsistem yang berfungsi ganda yakni melayani sekaligus mengendalikan (penengah) dua sisi lainnya (Id & Super Ego), dengan cara berinteraksi dengan dunia atau lingkungan luar.
Konsepsi Super Ego : kekuatan moral dari personalitas yang merupakan sumber nilai, norma dan etika yang dianut seseorang dan memungkinkan ego memutuskan apakah sesuatu itu benar atau salah. Jika seseorang memiliki superego yang baik, maka orang tersebut akan memiliki tingkat kecerdasan spiritual yang tinggi. Sebagai kesimpulannya, perilaku individu tidak hanya ditentukan oleh faktor keturunan atau bawaan dari lahir, tetapi juga dipengaruhi oleh effort (usaha), ability (kompetensi) serta situasi lingkungan. Perubahan perilaku merupakan hasil dari proses pembelajaran.
Model Lima Besar Ada 5 (lima) dimensi kepribadian dasar yang mendasari semua dimensi lainnya. Faktor Lima besar tersbut adalah : 1. Keekstrovertan : suka bergaul, banyak bicara, asertif 2. Keramah-tamahan : baik hati, kooperatif, dan dapat dipercaya 3. Kehati-hatian : bertanggung-jawab, dapat diandalkan, tekun, dan berorientasi pada prestasi 4. Kestabilan emosional : Tenang, antusias, dan sanggup (positif) menghadapai keteganggan, kegelisahan, kemurungan dan ketidaknyamanan (negatif) 5. Keterbukaan terhadap pengalaman : Imajinatif, sensitif secara artistik dan cerdas.
Dari lima besar ini ditemukan hubungan yang penting antara dimensi keperibadian dengan prestasi kerja. Lima kategori pekerjaan yang diamati adalah: para profesor ( insinyur, arsitek akuntan, pengacara) polisi , manajer dan karyawan yang terampil. Prestasi kerja dinilai berdasarkan pemberian rating kinerja seperti tinkat gaji. Kemampuan dan Perbedaan Antar Individu dalam Perusahaan Menurut Gibson, kinerja individual karyawan selain dipengaruhi oleh faktor motivasi, juga oleh kemampuan karyawan. Karyawan dengan kemampuan teknis maupun operasional yang tinggi untuk sebuah tugas akan meningkatkan motivasi kerjanya. Dalam hal kemampuan karyawan, banyak yang bisa kita lihat bahwa seorang karyawan merasa termotivasi dan memiliki kinerja yang baik, jika seorang karyawan memiliki pengetahuan yang memadai terhadap bidang tugas dan tanggung jawabnya, kondisi fisik, adanya dukungan faktor keluarga serta tidak adanya hambatan geographic. Sehingga dengan demikian akan menjadi kewajiban bagi manajemen untuk meningkatkan pengetahuan karyawan. Dari berbagai sumber, diketahui bahwa pengetahuan itu dapat diperoleh dari pendidikan formal, pelatihan, akses informasi maupun pengalaman. Untuk itu berbagai upaya yang dapat ditempuh adalah, penerapan program tugas belajar dalam rangka meningkatkan level pendidikan karyawan. Cara yang digunakan dapat ‘paruh waktu’ maupun penuh waktu. Banyak perusahaan mencarikan program tugas belajar karyawanya dengan program week-end, agar tidak mengganggu waktu kerjanya di perusahaan. Manfaat lainnya bahwa pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh dalam bangku kuliahnya dapat langsung diaplikasikan dalam pekerjaannya. Atau sebaliknya, bahwa persoalan-persoalan yang mereka jumpai dalam pekerjaan, dapat menjadi bahan diskusi dalam kegiatan kuliah. Terlepas dari apa jenis programnya, maupun sistem pembayaran pendidikanya, menyediakan kesempatan bagi karyawan untuk meningkatkan pendidikannya memberi jalan bagi peningkatan kinerjanya secara individual. Dengan pendidikan formal, peningkatan pengetahuan dapat ditempuh melalui penyelenggaraan pelatihan teknis bagi karyawan. Meningkatkan akses informasi seputar topik pekerjaan karyawan dengan berbagai sarana dan teknologinya, serta memberikan ruang gerak yang lebih luas dan kreatif yang memungkinkan karyawan memperoleh pengalaman langsung dalam menjawab persoalan-persoalan pekerjaan sehari-hari. Banyak kegiatan yang dapat memperkaya pengalaman karyawan, seperti onward out-bond, diskusi mingguan, serta kegiatan-kegiatan rekreatif lainnya. Kesemuanya itu dapat menjadi sumber dan meningkatkan pengetahuan. Yang pada akhirnya nanti dapat meningkatkan motivasi kerja dan kinerja individual karyawan. Disamping itu, kemampuan karyawan dipengaruhi kondisi tubuh. Sehingga berusaha mengerti aspek-aspek yang mempengaruhi kondisi tubuh karyawan sangatlah penting. Kondisi tubuh dalam satu waktu dapat berbeda antar karyawantergantung pada beberapa hal, diantaranya: jenis kelamin laki-perempuan, umur tua-muda, kondisi sehat-sakit, hamil-tidak hamil dan seterusnya. Selain itu, bahwa karyawan dapat memiliki kemampuan yang baik jika ada faktor dukungan keluarga dan tidak ada hambatan dalam faktor geografis. Dua hal terakhir ini, hampir sering luput dari perhatian pimpinan. Selain persoalan tersebut sangatlah ’dalam’ tetapi tidak banyak juga karyawan bersedia berbagi. Tetapi dua hal inilah dari banyak penelitian maupun fakta di lapangan sangat besar pengaruhnya bagi kemampuan karyawan dalam menyelesaikan tugas yang menjadi bagian kinerjanya. Bagaimana tidak, jika seorang karyawan dengan tingkat pengetahuan yang handal, dengan tingkat stamina yang prima dapat bekerja dengan baik, jika masalah-masalah keluarganya yang ada di rumah, tidak terselesaikan dan terbawa hingga ke kantor. Atau tiba-tiba dalam perjalanan menuju tempat kerja, terhalang banjir atau halangan kerusakan mesin mobilnya. Pastilah terganggu pelaksanaan tugas yang menjadi tanggungjawabnya. Dari hal-hal tersebut di atas, ada beberapa sspek dalam meningkatkan kemampuan karyawan, diantaranya meliputi: a) Pengetahuan (Pendidikan, pelatihan, informasi, pengalaman) Kondisi Tubuh. b) Faktor Keluarga (demographical factors) c) Faktor alamiah (geographical factors)
Pendidikan dan Pelatihan sebagai salah satu sarana peningkatan kemampuan karyawan Pendidikan diartikan sebagai proses persiapan individu–individu untuk memikul tanggung jawab yang berbeda atau lebih tinggi didalam organisasi, biasanya berkaitan dengan peningkatan kemampuan intelektual atau emosional yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan yang lebih baik. Pelatihan adalah serangkaian aktivitas yang diprogram untuk meningkatkan keahlian-keahlian, pengalaman, pengetahuan, atau pembahasan sikap individu. Di dalam pelatihan ini juga merupakan penciptaan suatu lingkungan dimana karyawan dapat memperoleh dan mempelajari sikap, kemampuan, keahlian, pengetahuan dan prilaku spesifik yang berkaitan dengan pekerjaan atau performasi kerja (A. Fikri Jshrir dan S. Hariyanto, 1999 ).
John Soeprihanto (1994: 85 – 86) mengemukakan bahwa latihan adalah kegiatan untuk memperbaiki kemampuan karyawan dengan cara meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan operasional dalam menjalankan suatu pekerjaan. Sedangkan pendidikan merupakan kegiatan untuk memperbaiki kemampuan karyawan dengan cara meningkatkan pengetahuan dan pengertian tentang pengetahuan umumnya. Pelatihan bukanlah kegiatan yang berdiri sendiri. Pelatihan berfungsi untuk mengisi kekurangan pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan untuk mampu malakukan pekerjaan dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Prinsip belajar meliputi lima hal, yaitu partisipasi, repetisi, relevansi, simulasi dan umpan balik. Program–program pelatihan dirancang untuk meningkatkan kinerja. Pelaksanaan program pelatihan ini menurut Handoko (1994) dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode sejauh metode tersebut memenuhi faktor-faktor efektivitas biaya, isi program yang dikehendaki, kelayakan fasilitas yang tersedia, preferensi dan kemampuan peserta, prinsip-prinsip belajar. Menurut Wether dan Davis (1995) metode-metode atau tehnik-tehnik dalam pelaksanaan pendidikan dan pelatihan meliputi metode on the job training, latihan intruksi pekerjaan (job intruction training), magang (apprenticeship), coaching, rotasi jabatan (job rotation), penugasan, metode off the job training (lecture and video presentation, vestibule training, role playing, case study, simulation, self study and progemmed learning, laboratory training).
Hubungan antara Pendidikan, Pelatihan dan Prestasi Kerja Pendidikan merupakan sebuah proses yang dipergunakan untuk mempersiapkan pegawai untuk memikul tanggung jawab yang berbeda atau lebih tinggi didalam organisasi. Pendidikan yang dilakukan organisasi berkaitan dengan peningkatan kemampuan intelektual untuk melaksanakan tanggung jawab yang berbeda dan lebih tinggi. Pegawai yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi akan memiliki kematangan secara emosional dan kemampuan intelektual yang lebih baik dibanding pegawai yang memiliki lebih rendah. Pegawai yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi akan bertindak lebih terarah karena memiliki kemampuan koseptual yang lebih baik. Dengan demikian maka pegawai akan mengemban tugas dengan penuh tanggung jawab sehingga prestasi kerjanya juga semakin baik. Oleh karena itu diduga bahwa pendidikan memiliki pengaruh positif terhadap prestasi kerja. Pelatihan merupakan aktivitas yang diprogram untuk meningkatkan keahlian–keahlian, pengalaman, pengetahuan, atau pembahasan sikap individu. Kegiatan pelatihan lebih diarahkan pada pemenuhan jangka pendek untuk tugas-tugas operasional. Output yang diharapkan dari pelatihan adalah terciptanya sumber daya manusia yang terlatih sehingga mampu mengerjakan tugas operasional jangka pendek dengan lebih baik. Pegawai yang tidak mendapatkan pelatihan akan belajar lebih panjang dalam mengerjakan tugas operasional yang belum pernah diembannya. Demikian pula pegawai yang tidak mendapatkan pelatihan akan relatif lebih sulit menyelesaikan tugas operasional dengan lebih efektif karena tidak ada update terhadap kemampuan tehnik dalam menyelesaikan pekerjaan. Oleh karena itu diduga bahwa pelatihan memiliki pengaruh positif terhadap prestasi kerja. Pada kerangka pengaruh sebelumnya yang mengaitkan pengaruh pendidikan terhadap prestasi dan pengaruh pelatihan terhadap prestasi, terlihat bahwa masing-masing variable bebas diduga memiliki pengaruh positif terhadap variable prestasi kerja. Namun demikian, pengaruh pendidikan dan pelatihan secara bersama-sama terhadap prestasi kerja masih dipertanyakan. Berkenaan dengan hal tersebut, maka perlu sinergisitas antar variable bebas, yaitu pendidikan dan pelatihan secara bersama-sama diperlukan sebagai faktor yang berpengaruh terhadap prestasi kerja. Hal ini berarti bahwa pendidikan tanpa diiringi dengan pelatihan maka prestasi kerja tidak akan optimal karena kemampuan konseptual. Sebaliknya pelatihan yang baik tanpa didukung pendidikan juga membuat prestasi kerja tidak optimal karena kemampuan yang dimilki pegawai hanya terarah pada kemampuan operasional jangka pendek Aspek emosi pada Manusia
Kecerdasan emosional mencakup pengendalian diri, semangat, dan ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustrasi, kesanggupan untuk mengendalikan dorongan hati dan emosi, tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, untuk membaca perasaan terdalam orang lain (empati) dan berdoa, untuk memelihara hubungan dengan sebaik-baiknya, kemampuan untuk menyelesaikan konflik, serta untuk memimpin diri dan lingkungan sekitarnya. Ketrampilan ini dapat diajarkan kepada anak-anak. Orang-orang yang dikuasai dorongan hati yang kurang memiliki kendali diri, menderita kekurangmampuan pengendalian moral. Menurut pendapat dari Goleman (1997), mengatakan bahwa koordinasi suasana hati adalah inti dari hubungan sosial yang baik. Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati individu yang lain atau dapat berempati, orang tersebut akan memiliki tingkat emosionalitas yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial serta lingkungannya. Lebih lanjut Goleman (1997) mengemukakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam meghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati. Menurut pendapat Cooper dan Sawaf (1998) mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosi menuntut penilikan perasaan, untuk belajar mengakui, menghargai perasaan pada diri dan orang lain serta menanggapinya dengan tepat, menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya menurut Howes dan Herald (1999) mengatakan pada intinya, kecerdasaan emosional merupakan komponen yang membuat seseorang menjadi pintar menggunakan emosi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa emosi manusia berada diwilayah dari perasaan lubuk hati, naluri yang tersembunyi, dan sensasi emosi yang apabila diakui dan dihormati, kecerdasaan emosional menyediakan pemahaman yang lebih mendalam dan lebih utuh tentang diri sendiri dan orang lain. Menurut Harmoko (2005) Kecerdasan emosi dapat diartikan kemampuan untuk mengenali, mengelola, dan mengekspresikan dengan tepat, termasuk untuk memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, serta membina hubungan dengan orang lain. Jelas bila seorang indiovidu mempunyai kecerdasan emosi tinggi, dapat hidup lebih bahagia dan sukses karena percaya diri serta mampu menguasai emosi atau mempunyai kesehatan mental yang baik. Sedangkan menurut Dio (2003), dalam konteks pekerjaan, pengertian kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengetahui yang orang lain rasakan, termasuk cara tepat untuk menangani masalah. Orang lain yang dimaksudkan disini bisa meliputi atasan, rekan sejawat, bawahan atau juga pelanggan. Realitas menunjukkan seringkali individu tidak mampu menangani masalah–masalah emosional di tempat kerja secara memuaskan. Bukan saja tidak mampu memahami perasaan diri sendiri, melainkan juga perasaan orang lain yang berinteraksi dengan kita. Akibatnya sering terjadi kesalahpahaman dan konflik antar pribadi. Berbeda dengan pemahaman negatif masyarakat tentang emosi yang lebih mengarah pada emosionalitas sebaiknya pengertian emosi dalam lingkup kecerdasan emosi lebih mengarah pada kemampuan yang bersifat positif. Didukung pendapat yang dikemukakan oleh Cooper (1999) bahwa kecerdasan emosi memungkinkan individu untuk dapat merasakan dan memahami dengan benar, selanjutnya mampu menggunakan daya dan kepekaan emosinya sebagai energi informasi dan pengaruh yang manusiawi. Sebaliknya bila individu tidak memiliki kematangan emosi maka akan sulit mengelola emosinya secara baik dalam bekerja. Disamping itu individu akan menjadi pekerja yang tidak mampu beradaptasi terhadap perubahan, tidak mampu bersikap terbuka dalam menerima perbedaan pendapat , kurang gigih dan sulit berkembang.
Dari beberapa pendapat diatas dikatakan bahwa kecerdasan emosional menuntut diri untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain dan untuk menanggapinya dengan tepat, menerapkan dengan efektif energi emosi dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari. 3 (tiga) unsur penting kecerdasan emosional terdiri dari : kecakapan pribadi (mengelola diri sendiri); kecakapan sosial (menangani suatu hubungan) dan keterampilan sosial (kepandaian menggugah tanggapan yang dikehendaki pada orang lain).
Sumber : (bahan ajar UMB)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar